Jumat, 26 Februari 2016

Lagetang, Pompeii ala Indonesia ...?

Kemaren saya ngantar istri pulang, karena berangkat dari rumah masih jam 9 pagi, maka saya ajak lewat Jlumprit, Ngadirejo, terus naik turun di kebun teh tambi. Karena hari jum'at otomatis sebagai cowok yang gentle (cie...) saya jum'atan dan mendengarkan khutbah dengan khusuk (menunduk terpejam, ngantuk sampai tertidur, hehe). Hanya saja sayup sayup saya mendengar sang khotib berkhutbah tentang amar ma'ruf nahil mungkar dengan ibroh Dukuh Legetang yang terletak di desa Pekasiran, kecamatan Batur, kabupaten Banjarnegara, dan ceritapun dimulai...

Deretan Pegunungan Dieng

Konon dahulunya masyarakat dukuh Legetang adalah petani-petani yang sukses sehingga kaya. Berbagai kesuksesan duniawi yang berhubungan dengan pertanian menghiasi dukuh Legetang. Misalnya apabila di daerah lain tidak panen tetapi mereka panen berlimpah. Kualitas buah/sayur yang dihasilkan juga lebih dari yang lain. Namun barangkali ini merupakan "istidraj" (disesatkan Allah dengan cara diberi rizqi yang banyak dan orang tersebut akhirnya makin tenggelam dalam kesesatan). Masyarakat dukuh Legetang umumnya ahli maksiat dan bukan ahli bersyukur. Perjudian disana merajalela, begitu pula minum-minuman keras (yang sangat cocok untuk daerah dingin). Hampir tiap malam mereka mengadakan pentas Lengger (sebuah kesenian yang dibawakan oleh para penari perempuan, yang sering berujung kepada perzinaan) dan beragam kemaksiatan lain sudah sedemikian parah di dukuh Legetang.
Tugu Peringatan
Alkisah pada suatu malam turun hujan yang lebat, dimana orang-orang malas untuk keluar karena hawa yang dingin ditambah hujan, tapi berbeda dengan masyarakat Legetang yang justru sedang tenggelam dalam kemaksiatan. Tengah malam hujan reda. Tiba-tiba terdengar suara "buum", seperti suara benda yang teramat berat berjatuhan. Pagi harinya masyarakat disekitar dukuh Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu menyaksikan bahwa Gunung Pengamun-amun sudah terbelah (bahasa jawanya: tompal), dan belahannya itu ditimbunkan ke dukuh Legetang. Dukuh Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya mati. Gegerlah kawasan dieng... Seandainya gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu hanya akan menimpa dibawahnya. Akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung. Antara dukuh Legetang dan gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Jadi kesimpulannya, potongan gunung itu terangkat dan jatuh menimpa dukuh Legetang. Siapa yang mampu mengangkat separo gunung itu kalau bukan Allah?

Gunung Pengamun-amun
Secara logika mungkin bisa dijelaskan tentang terbangnya bongkahan gunung Pengamun-amun, karena kawasan dieng adalah kawasan gunung aktif, tidak menutup kemungkinan ketika itu terjadi letusan gunung yang sangat kuat sehingga menerbangkan "bongkahan" gunung Pengamun-amun dan menimpa Dukuh Lagetang, tapi meski secara logika apapun bisa di nalar, kita tetap berdo'a "Nauzdubillah min Dzalik". Amiin.


Foto Propades